Home » » Islam Mengutamakan Kualitas Bukan Kuantitas

Islam Mengutamakan Kualitas Bukan Kuantitas

Ir. H. Misbahul Huda, MSc

Ada seruan yang setiap hari yang tak kurang dari sepuluh kali kita dengarkan, tetapi agaknya terabaikan. Yakni seruan adzan :“hayya alassholaah” (mari kita menunaikan shalat). Kita menganggap seolah-olah hanya panggilan shalat kemudian selesai masalah.Padahal ada panggilan yang kedua : hayya alal falaah (mari kita menuju kemenangan). Seruan ini kita dengarkan begitu seringnya, ini pertanda betapa pentingnya ajakan ini, namun sepertinya ajakan ini agak terlupakan. 

Sukses selalu terkait dengan makna kualitas.Bagaimana Islam pada awalnya diikuti hanya dengan segelintir orang, tetapi ternyata mampu mencapai sukses yang luar biasa.Dalam peperanganjumlah umat Islam hanya rata-rata 1/3 dibanding musuh, tetapi umat Islam bisa menang.Kenapa demikian?Jawabannya adalah firman Allah surah Al Baqarah : 249 yang maknanya ….."Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah.dan Allah beserta orang-orang yang sabar." 

Untuk itu, yang diperlukan adalah :Pertama, kualitas Aqidah. Dengan aqidah yang berkualitas, maka akan lahir spiritual power (kekuatan spiritual) yang luar biasa. David Hawkins, seorang pakar dari Amerika, mengukur energy spiritual dari god spot beberapa orang, satu orang yang dekat dengan Tuhannya. Yang lain orang yang jauh dari Allah. Energy spiritual keduanya diukur dengan alat.Dan hasilnya luar biasa. Orang yang jauh dari Tuhannya hanya 1025, sementara orang yang dekat secara spiritual dengan Tuhannya, energinya 10800 sampai 101000. Padahal sepuluh pangkat logaritmis, exponantial, curvenya melompat ke atas.Maka, sangat masuk akal jika pasukan Nabi meskipun hanya 300 orang, mampu menang, karena memiliki energy spiritual yang luar biasa.Mestinya iman yang berkualitas, mempunyai implikasi pada diri masing-masing untuk menjadi sosok yang percaya diri, karena merasa dekat dengan Allah yang Maha Luar Biasa.Percaya diri ini menjadimodal utama untuk menghadapi masalah seruwet apapun dan di manapun.Orang yang percaya diri menghadapi masalah masa lalu namanya syukur. Orang yang percaya diri menghadapi masalah yang akan datang namanya optimis atau sabar. Maka, ciri orang-orang yang beriman, sabar dan syukur selalu menjadi pakaiannya. 

Kedua, kualitas Akhlak.Akhlak bukan hanya sopan santun, tetapi juga bisa diartikan etos kerja.Tentu dalam hal ini kita mengacu pada akhlak Nabi.Namun, yang didengung-dengungkan dari akhlak Nabi lebih banyak dari segi akhlak ubudiyahnya, akhlak zuhudnya, akhlak sufinya saja.Padahal Nabi juga sebagai pemimpin yang luar biasa, pedagang yang kaya raya.Tetapi itu jarang diceritakan dan ditanamkan kepada generasi muda kita, sehingga, kualitas ekonomi umat dan kepemimpinan umat saat ini memperihatinkan.Kita ketahui bersama bahwa Nabi umur 12 tahun sudah ikut berbisnis ke negeri Syam (luar negeri).Muhammad umur 18 tahun sudah menjadi manager bisnis.Menjalankan bisnis harta milik saudagar Quraisy pada saat itu.Nabi umur 25 tahun sudah menjadi intrepreneur trustic yang mendapat gelar al amin.Dia kongsi dengan saudagar-saudagar Arab yang pada saat itu, dan telah 18 kali melakukan perdagangan international.Kekayaan Nabi Muhammad juga luar biasa.Sebagai contoh, ketika dia melamar Khadijah, maskawinnya adalah 80 ekor onta atau sekarang senilai satu miliar rupiah. Mana ada pemuda sekarang yang memberi maskawin segitu banyak?.Dengan demikian betapa kayanya Nabi kita, tetapi hal ini jarang diceritakan.Akibatnya bisnis umat Islam terpuruk, karena distrust, banyak yang korupsi. 

Akhlak juga bukan hanya berupa kepercayaan, tetapi juga kesungguhan kita menjadi pemimpin bagi diri kita sendiri, maupun menjadi pemimpin di lingkungan sekitarnya.Sehingga menjadi pribadi-pribadi yang berkualitas.Hancurnya negara-negara Islam belakangan ini menandakan pemimpin-pemimpin yang kualitas kepemimpinannya memperihatinkan.Di Indonesia saya kira juga masih diperlukan lahirnya pemimpin-pemimpin yang berkualitas.Pemimpin yang mempraktekkan al imaamu khodimuhum (pemimpin adalah pelayan yang dipimpin). Mungkin kisah Kholid bin Walid sebagai teladan. Beliau dikenal dengan pedang Allah.Ketika Khalid memimpin pasukan untuk menaklukkan Romawi/Persia.Yang dimenangkan oleh Khalid.Di tengah-tengah berkecamuknya perang, tiba-tiba Khalaifah Umar memecat beliau.Sehingga dia tidak lagi menjadi panglima perang.Maka teman-teman dekatnya memprovokasi, kenapa kok tiba-tiba Umar seperti ini? Ayo kita protes ke Umar, kami berada di belakang anda wahai Khalid bin Walid. Maka dengan tegarnya Khalid menjawab : “Saya perang tidak untuk Umar, saya perang untuk Allah SWT. Dan Kholid rela menjadi pasukan biasa dan tidak mengurangi semangat untuk berperang”.Tetapi masih saja para temannya tidak terima, dia ingin memprotes keputusan Umar tersebut.Dia masih saja mempertanyakan kenapa anda harus dicopot pada saat berkecamuk perang yang luar biasa ini. Maka, dengan bijak Khalid menjawab : “Umat Islam kali ini tidak memerlukan tajam pedangnya Khalid bin Walid, tetapi membutuhkan kecerdasan otaknya Umar bin Khathab”. Betapa kearifan, kesalehan kualitas pemimpin, yang siap memimpin dan siap dipimpin.Sebaliknya, bangsa ini hancur moral dan akhlaknya karena siap menjadi pemimpin, tetapi tidak siap untuk dipimpin, walau sudah cacat menjadi pemimpin sekalipun.Mudah-mudahan kita diberi kekuatan oleh Allah untuk bisa menjadi muttaqiin yang sebenar-benarnya. 


0 komentar:

Posting Komentar